Pelajaran dari Ketela


penulis: Heren

Pagi-pagi, aku berdiri di depan jendela menghadap halaman. Di tengah kesibukan pikiran yang terus bergerak untuk mengingat, mengevaluasi, mencari ide, mengatur ini dan itu, tiba-tiba mataku menangkap beberapa batang tipis dengan daunnya di tanah halaman yang kering dan belum terurus tersebut.  Ada beberapa yang masih sangat pendek dan baru muncul, tapi ada satu yang paling tinggi, pasti sudah lebih lama tumbuhnya. Ketela, ya itu adalah tanaman ketela yang bulan lalu telah dibabat habis beserta akar-akarnya, tapi sekarang ketela itu hidup lagi di atas tanah yang kering dan mulai nampak retak-retak.

“Bagaimana dia masih bisa bertahan setelah dibabat?” “Bagaimana ketela itu masih bisa tumbuh di tempat yang sudah tidak mungkin? Aku bahkan tak sempat menyiram tanah itu dan tidak ada hujan”. Tapi aku teringat ketela itu lumayan enak rasanya dan daunnya bisa dibuat sayuran, “lumayan” pikirku sambil tersenyum sendiri.  Tapi rasa syukur itu tidak menepis pertanyaanku yang sangat awam soal pertanian dan tanaman, “kok bisa hidup di tanah yang seperti itu? Sementara aku tidak mengambil bagian sedikitpun untuk merawatnya” Di tengah minimnya wawasanku tentang ilmu tumbuh-tumbuhan aku teringat adanya bunga, pohon dan rumput yang tetap bisa hidup setelah nampak mati selama beberapa bulan musim salju, atau pohon-pohon yang tetap bisa hidup sekalipun diterpa salju yang tebal. Teringat bahwa Tuhan menciptakan setiap mahluk hidup itu unik, dan ditempatkan sesuai dengan bagaimana dia diciptakan.  Ketela diciptakan dengan kemampuan bertahan di kekeringan tertentu yang bagi saya rasanya rumputpun mungkin malas tumbuh di sana.  Namun realitanya Tuhan menyediakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh ketela itu untuk tumbuh di sana, dan ketela itu tidak tumbuh sendirian, juga tidak tanpa tujuan,  ia ada untuk memenuhi kebutuhan hidup mahluk lain.

Mataku berpaling dari jendela menuju ke lemari pajangan, melihat bayangan diri sendiri di cermin, dan aku paham apa artinya ilustrasi ketela itu bagi  hidupku secara pribadi. Terima Kasih Tuhan.

ORANG KAYA DAN LAZARUS YANG MISKIN 3: DIKENAL OLEH TUHAN


Penulis: Heren

Lukas 16:24-31

Kisah ini menunjukkan beberapa kontras antara dua orang, orang kaya dan Lazarus.  Kontras yang pertama si orang kaya adalah seseorang yang hidup dalam kemewahan dan kelimpahan selama di dunia sedangkan Lazarus adalah seorang pengemis yang miskin.  Kontras kedua: setelah kematian mereka yang bersamaan, si orang kaya masuk ke neraka, dan Lazarus masuk ke sorga.  Kontras ketiga, si orang kaya hanya disebut sebagai “si orang kaya” saja dalam kisah Yesus, tanpa nama, sementara si miskin disebutkan namanya: Lazarus. Pada perenungan kali ini kita hanya akan membahas kontras ke-3 ini.

Apa artinya sebuah nama di hadapan Tuhan? Nama merupakan merupakan tanda pengenal seseorang.  Kita tidak dapat mengaku-aku diri mengenal seseorang tanpa mengetahui namanya. Kenal tidak sama dengan sekedar tahu.  Kita dapat saja mengetahui ada seorang tukang baso yang selalu lewat di depan rumah kita, namun kita tidak mengenal namanya karena memang kita tak pernah ngobrol atau kenalan dengannya, itu kita namakan sebagai tahu sekali lewat saja.

Di dalam Firman Tuhan berulang kali dicatat Tuhan memberi nama kepada manusia yang dekat denganNya.  Adam mendapatkan namanya langsung dari Tuhan.  Abram dan Sarai diberikan nama baru oleh Tuhan menjadi Abraham dan Sarah setelah mereka menempuh perjalanan iman mereka, Yakub diberi nama Israel oleh Tuhan, Yesus Kristus diberi nama demikian oleh Yusuf sesuai saran TUHAN lewat malaikat, Simon diberi nama Kefas/Petrus oleh Tuhan Yesus.  Di dalam Alkitab hak memberikan nama hanya diberikan kepada pribadi yang lebih tinggi yang bertanggung jawab untuk memimpin dan memelihara.  Adam diberikan hak untuk memberikan nama kepada setiap hewan yang ada di Taman Eden dan semua hewan dalam taman itu ada dalam pimpinan dan pemeliharaan Adam.  Orang tua diberi hak memberi nama kepada anak-anaknya karena anak-anak selama masih belum akil balig berada dalam pimpinan, bimbingan dan pemeliharaan orang tua.  Sekalipun Alkitab hanya memberikan beberapa contoh tokoh-tokoh yang diberikan nama oleh Tuhan langsung, namun kitab wahyu menyebutkan bahwa Tuhan memiliki daftar nama lengkap orang-orang yang ada dalam kitab kehidupan.

Saya yakin bahwa Tuhan Yesus bukannya “tidak sengaja” atau “lupa” sehingga tidak mencantumkan nama si orang kaya dalam kisah ini.  Dengan tidak disebutkan namanya, si kaya digambarkan sebagai orang yang tidak dikenal oleh Tuhan.  Bukan berarti bahwa Tuhan tidak mengenal ciptaannya, tapi kata  tidak dikenal di sini berarti, tidak dianggap keberadaannya, tidak tercantum namanya dalam buku kehidupan, karena dia tidak memiliki hubungan pribadi dengan Tuhan.  Lazarus disebut dengan jelas namanya, menunjukkan bahwa dia, tidak peduli apa pun kondis lahiriahnya selama di dunia, adalah seseorang yang memiliki hubungan pribadi dengan Tuhan, dan Tuhan mengenalnya. Itu sebabnya ia dikenal dengan nama Lazarus, tak hanya sekedar si miskin.

Pepatah dunia mengatakan “harimau mati meninggalkan kulitnya, manusia mati meninggalkan nama”, tergantung pada nama baik atau nama buruk yang ditinggalkannya selaras dengan pola prilaku hidup orang tersebut selama di dunia, tetap ada nama yang dikenang.  Tetapi kebenaran yang lebih dari itu yang perlu kita ketahui adalah, di hadapan Tuhan nama kita hanya muncul/tercantum/ dan dipanggil jika kita memiliki hubungan pribadi dengan Kristus.  Dia hanya memberikan nama pada mereka yang memiliki kehidupan yang dipimpin, di-rajai,  dan diatur oleh Tuhan.  Artinya, dalam hidup orang itu, kehendak Tuhan menjadi yang terutama dan pimpinan Tuhan menjadi kerinduan hatinya.  Ia tidak berjalan menurut kehendaknya sendiri, tetapi selalu percaya pada Tuhan, bersandar pada Tuhan, dan mencondongkan dirinya untuk taat padaNya.  Hal ini tidak muncul dengan tiba-tiba, melainkan dari sebuah awal, mengenal siapa Kristus, dan percaya kepadanya sebagai Tuhan dan Juruselamat, lalu mulai melangkah dalam perjalanan iman bersamaNya.

Kematian adalah realita, setiap orang akan mengalaminya kecuali mereka yang hidup pada jaman kedatangan Kristus ke-2 kali.  Untuk itu, tidak ada salahnya, bagi kita yang masih hidup dalam dunia, untuk mulai memikirkan, sudahkah kita memiliki hubungan pribadi yang akrab dengan Kristus?  Kenalkah Dia akan nama kita ketika kita kembali padaNya?