Hasil Doa: Apakah Merupakan Ukuran Tingkat Kerohanian Seseorang?


Hasil Doa: Apakah Merupakan Ukuran Tingkat Kerohanian Seseorang?

penulis: Heren

Markus 9:22-25

Sdr, Dalam berbagai kisah penyembuhan orang sakit dan kerasukan, pada umumnya kita melihat ada 2 modal yang dibawa orang pada Yesus ketika mereka minta sesuatu daripadaNya: PENGHARAPAN DAN IMAN. Pengharapan bahwa Yesus mau menyembuhkan mereka, dan Iman bahwa Ia Sanggup menyembuhkan mereka.  Akan tetapi kisah yang kita baca ini berbeda:  Bagian perikop ini bercerita tentang seorang ayah yang punya anak yang kerasukan setan.   Sang ayah sudah membawa anak itu pada murid-murid Yesus untuk disembuhkan, ternyata murid-muridnya gagal.  Jadi sang ayah mencari guru mereka, yaitu Yesus, untuk meminta pertolongan yang sama.  Laki-laki yang datang pada Yesus itu berkata Ayat 22b “jika Engkau dapat berbuat sesuatu – tolonglah kami dan kasihanilah kami” Laki-laki ini  berharap Yesus mau menyembuhkan anaknya, tapi tidak percaya Yesus mampu menyembuhkan anaknya.  Ia hanya Harap-harap cemas “mudah-mudahan Tuhan Yesus mampu menyembuhkan.”

Mungkin bagi kita agak janggal, mengapa ia tidak percaya pada Yesus padahal Tuhan Yesus sudah membuat begitu banyak mujizat penyembuhan, lalu mengapa  ia datang pada Yesus kalau tidak percaya.  Inilah yang terjadi:

–          laki-laki/sang ayah ini punya suatu kebutuhan yang besar, butuh pertolongan bagi kelepasan anaknya dari kerasukan.

–          Berbagai usaha sudah dilakukannya agar anaknya bisa sembuh, karena anak itu sudah bertahun-tahun kondisinya demikian..

–          Tapi semua usahanya itu gagal, termasuk usaha mendapatkan pertolongan dari murid-murid Yesus pun gagal.

–          Dengan penuh rasa pengharapan, ia berharap Guru dari murid-murid yang gagal itu bisa menyembuhkan anaknya.  Tapi imannya sudah tidak utuh oleh karena kegagalan demi kegagalan yang dialaminya, terutama oleh kegagalan murid Yesus.  Setelah murid-murid gagal menolongnya, apakah mungkin sang guru ini dapat menolongnya?

–          Karena itu ia berkata “Jika Engkau dapat – berbuat sesuatu bagi kami ….. jika Engkau dapat … tolong dan kasihanilah kami.”

–          Kata-katanya benar-benar meragukan kemampuan Yesus.  Jelas bahwa ia tidak beriman pada Kuasa Tuhan Yesus yang mampu menyembuhkannya.

Karena itu Tuhan Yesus menegur ketidakpercayaannya dengan keras.

Tepat setelah ditegor ayah tersebut langsung mengatakan :Ya aku percaya.  Tapi langsung disambung dengan kalimat yang berlawanan – tolonglah aku yang tidak percaya ini” – membuat orang bingung: mana yang benar?  Dia percaya atau tidak percaya? Apakah ia berbohong saat berkata aku percaya? Lalu dengan cepat mengoreksi kalimatnya tersebut?

laki-laki tersebut tidak cukup beriman pada Yesus saat mengajukan permohonan, tapi Tuhan Yesus malah menjawab dan memenuhi permohonannya.  Tuhan Yesus mengusir setan dari anaknya.  Tuhan Yesus menyembuhkan anak itu. Tujuannya, agar ia lebih percaya.  Agar imannya bertumbuh dalam iman. Karena Yesus menyadari bahwa dengan memenuhi doanya maka imannya akan dikuatkan.  Jadi, doanya dijawab bukan karena ia sudah punya iman yang sempurna tapi supaya imannya makin sempurna.

Melalui kejadian ini ada 2 kita perlu tanamkan dalam diri kita:

1. Bahwa Hasil Doa tidak bisa sepenuhnya dipakai untuk menilai kualitas rohani seseorang.

Sdr, saat ini banyak orang menilai kualitas  rohani seseorang dari HASIL doanya.  Kalau doanya berhasil, berarti dia punya kualitas iman yang baik. Kalau tidak terjawab MAKA ia akan dituduh kurang beriman, atau saat itu ia sedang tidak beriman.

Akan tetapi kisah yang kita baca hari ini memperlihat sesuatu yang berbeda dari pandangan umum orang:

Sang ayah dari anak yang kerasukan itu dijawab permohonannya sekalipun imannya masih sangat tipis, peristiwa ini mirip dengan Petrus yang ditolong Tuhan saat tenggelam di laut Galilea karena tidak cukup iman saat berjalan di atas air bersama Yesus. Tuhan Yesus menjawab permohonannya, tapi juga menegurnya karena tidak percaya.

Ternyata DIPENUHINYA DOA SESEORANG BUKANLAH UKURAN KUALITAS IMAN SESEORANG.

Entah ada atau tidak di antara kita yang hadir saat ini yang selama ini berpikir kalau ada orang doanya tidak dijawab atau dijawab “tidak” oleh Tuhan, maka ia adalah orang yang tidak beriman, kiranya pada hari ini kita meninggalkan konsep yang demikian.  Karena cara berpikir ini akan membuat kita menjadi seorang penuduh yang kejam terhadap orang lain yang sedang bergumul dalam doanya.

Hal kedua yang perlu kita tanamkan:

2. Hasil doa bukan tujuan akhir dari pertumbuhan iman seseorang.

Jika Hasil doa adalah tujuan akhir dari pertumbuhan iman seseorang maka setelah anak yang kerasukan itu disembuhkan, maka sang ayah stop imannya sampai di tahap yang lemah itu.  Dan Petrus juga, setelah diselamatkan dari air tidak akan bertumbuh lagi. Cukup sampai di sana, karena doanya sudah dijawab. Hasil doa bukan tujuan akhir dari pertumbuhan iman kita sebagai orang Kristen. Justru itu merupakan awal dari langkah pertumbuhan kita yang berikutnya.  Menuju tingkat rohani yang lebih tinggi lagi.

Namun banyak  orang Kristen cukup puas pada hasil doanya dan tidak mau bertumbuh lagi. Saat sedang ada masalah begitu tekun berdoa.  Setelah masalah selesai mulai jarang berdoa, bahkan tidak berdoa lagi selain doa makan dan doa tidur.  Saat usahanya goyang, saat dipecat, rajin sekali ke gereja, ikut berbagai kebaktian – semua kebaktian diikuti – ikut pelayanan, nggak bisa nyanyi pun ikut pelayanan koor, rajin sekali.  Tetapi setelah usahanya mantap lancar, setelah dapat pekerjaan, ke gereja pun sebulan sekali, sibuk bisnis.  menjadikan hasil doa sebagai tujuan akhir pertumbuhan kita sama saja dengan kita  mencintai berkat Tuhan lebih daripada Tuhan sang pemberi berkat itu sendiri.

Sdr, hasil doa bukan tujuan akhir hidup orang Kristen, seandainya demikian, maka Paulus, sang rasul besar yang kita kagumi itu adalah orang yang gagal.  Karena doanya agar Tuhan mengambil duri dalam dagingnya tidak pernah dikabulkan Tuhan.

Tujuan akhir hidup seorang Kristen adalah beroleh kebenaran sejati , kebenaran sejati itu yang seperti apa? Yaitu seperti yang dikatakan Rasul Paulus dalam Filipi 3:10 “Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitanNya dan persekutuan dalam penderitaanNya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematianNya, supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati.” Ini tujuan akhir pertumbuhan hidup orang Kristen. Sebuah pengenalan akan Tuhan, persekutuan pribadi dengan Tuhan, dan kemenangan dari kuasa maut.

Hasil doa mestinya menuntun kita pada tingkat pengenalan yang lebih tinggi pada Tuhan.  Setelah sang anak dilepaskan dari kerasukan, sang ayah masuk ke tingkat pengenalan yang lebih tinggi: Yesus sungguh-sungguh punya kuasa untuk menyembuhkan DAN imannya ditambahkan.  Setelah diselamatkan dari air, Petrus masuk ke tingkat pengenalan yang lebih tinggi, bahwa Yesus adalah Tuhan penguasa alam yang sesungguhnya, ia adalah mesias, penolong yang sesungguhnya.  Setelah Paulus dijawab doanya: “tidak lepas dari duri dalam dagingnya” (suatu penyakit tertentu yang dideritanya) Paulus makin mengenal kehendak Tuhan atas dirinya: bahwa ia tidak boleh meninggikan dirinya – hanya Tuhan yang patut ditinggikan.

Bagaimana dengan kita, apakah setelah doa kita dijawab kita makin bertumbuh dalam pengenalan kita pada Tuhan?  Seorang Kristen yang masih bayi rohani agar berlaku anak-anak secara rohani: “yang ia minta adalah kebutuhan dirinya sendiri” – ketika ia mulai tumbuh agak besar, ia mulai melihat sekelilingnya dan menyadari bahwa orang-orang sekelilingnya pun punya kebutuhan, dan “ia mulai mendoakan teman-teman dan keluarganya”, semakin matang ia sudah punya visi, melihat dunia dan kebutuhannya “ia berdoa untuk hal-hal yang penting untuk pekerjaan Tuhan secara luas – seiring dengan doa bagi lingkungan, keluarga dan dirinya sendiri” Adalah menyedihkan jika seorang yang sudah menjadi kristen bertahun-tahun doa pribadinya selalu itu-itu saja :”untuk pilek, punggung sakit, ekonomi” selalu hal yang sama, tak pernah mendoakan orang lain, negara dan dunia secara pribadi. Kebanyakan orang kristen tidak pernah mendoakan negaranya atas beban pribadi, inisiatif sendiri, hanya berdoa di gereja saat pemimpin memberikan pokok doa bagi negara.  Saat melihat kejadian, ancaman dan bencana di TV-pemboman – puluhan orang terluka parah –  banyak orang  yang menjadikannya sekedar berita, namun tidak terbeban berdoa bagi mereka yang sedang sangat membutuhkan pertolongan Tuhan saat itu. Doa-doa pribadi kita selalu sama, untuk diri sendiri,  Tak ada pertumbuhan, senantiasa bayi.  Jika demikian, Tuhan pasti sedih, karena Tuhan ingin kita bertumbuh melalui doa kita.   Mari kita bertumbuh seiring dengan berkembangnya kehidupan doa kita. Kiranya Tuhan menolong kita.


Anda merasa diberkati oleh artikel ini? Silakan share link artikel ini.

Anda ingin memberkati penulis dengan donasi Anda? Dapat dikirim ke rekening 1510341950 BCA an. Heren

Penulis, selain di bidang literatur adalah pelayan di bidang remaja yang sejak 2011 melayani secara  mandiri.